Jodoh
dan berjodoh, adalah bagian dari Keputusan Allah, penetapan Allah atas
manusia. Urusan jodoh dan berjodoh, bukan sebuah urusan kecil dan
main-main, karena Allah tak pernah main-main dalam menciptakan manusia,
menentukan rezeki, dan perjalanan hidup hingga matinya manusia. Allah
tak sedang ‘mengocok lotre’ dan mengundi seperti arisan ketika
menentukan jodoh seseorang. Maka jika kita memiliki harapan tentang
calon pendamping hidup kita, menginginkan agar kita segera dipertemukan
dengan jodoh kita, maka mintalah pada Allah! Bicaralah pada Allah!
Mendekatlah pada Allah! Bulatkan, kuatkan, kencangkan keyakinan kita
pada Allah. Apa yang tidak mungkin bagi kita, adalah sangat mudah bagi
Allah.
Justru karena kita tidak tahu siapa jodoh kita, kapan
bertemunya, bagaimana akhir kisahnya di dunia dan akhirat: maka hidup
kita menjadi lebih indah, berwarna dan bermakna. Karena kita akan
menjalani kemanusiaan kita dengan tetap menjadi hamba Allah. Menikmati
indahnya berjuang, menikmati kesungguh-sungguhan ikhtiar, menikmati
indahnya meminta pada Allah, menikmati indahnya memohon pertolongan pada
Allah, menikmati indahnya bersabar, menikmati ‘kejutan’-kejutan yang
Allah hadirkan dalam kehidupan kita
Kita tidak bisa mengajukan
proposal pada Allah. Kita tidak bisa memaksa Allah: pokoknya dia ya
Allah, maunya kau dia yang jadi jodohku ya Allah. Kita tidak bisa
menguasai dalamnya hati manusia, kita tak bisa membatasi akal pikiran
manusia. Ya karena kita tidak berkuasa atas kehidupan dan kematian
manusia, atas berbolak-baliknya hati manusia: karena itu kita tak boleh
melabuhkan cinta terbesar kita pada manusia. Kita labuhkan saja cinta
terbesar kita pada Allah, yang dengan kecintaan itu lalu Allah
melabuhkan cinta manusia yang bertaqwa dalam hati kita. Sehingga taqwa
itu yang membuat kita berjodoh dengan orang yang bisa menumbuhsuburkan
cinta kita pada Allah. Karena taqwa yang dirajut selama pernikahan yang
barakah itu, mudah-mudahan kita berjodoh hingga ke surga. Bukankah ini
lebih indah?
Sungguh jodoh tidak berjalan linier di atas garis
kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedekatan geografis. “Rumus jodoh’
bukan ditentukan oleh hukum kepantasan manusia. Karena manusia hanya
tahu permukaannya, berpikir dalam kesempitan ilmunya, memutuskan dalam
pengaruh hawa nafsunya. ‘Rumus jodoh’ semata-mata kepunyaan Allah.
Karena itu, sebagai hamba kita hanya mampu menerima keputusan Allah.
Menyiapkan diri untuk menerima apapun keputusan Allah. Menyiapkan
seluas-luas kesabaran, keikhlasan, sebesar-besar keimanan untuk menerima
‘jatah jodoh’ yang berupa pendamping hidup, rezeki, dan lainnya.
Ya,
menunggulah dalam kesibukan memperbaiki diri. Menunggulah dalam
kesibukan beramal shalih, persubur silaturahim dan mendoakan saudara
seiman. Kita tidak bisa mempersiapkan orang yang akan menjadi jodoh
kita. Kita tidak punya kendali untuk mengatur orang yang ‘akan jadi
jodoh kita’. Kita hanya bisa mempersiapkan diri kita. Membekali diri
dengan segala kemampuan, keterampilan, sikap hati untuk menjalankan
peran-peran dalam pernikahan. Ketika saat itu tiba, ijab qabul sah,
seketika itu seperangkat peran diserahkan di pundak kita. Allah
menyaksikan! Seketika itu kita akan menjadi istri/suami, menantu, ipar,
anggota masyarakat baru. Dan seketika itu pula, tak cukup lagi waktu
mempersiapkan diri.
Ya, pernikahan bukan awal, jadi jangan berpikir
untuk baru belajar, baru berubah setelah menikah.
Hidup itu adalah
seni menerima, bukan semata-mata pasrah. Tapi penerimaan yang membuat
kita tetap berjuang untuk mendapatkan ridha Allah. Karena apapun yang
kita terima dari Allah, semuanya adalah pemberian, harta adalah
pemberian, pendamping hidup adalah pemberian, ilmu, anak-anak, kasih
sayang, cinta dan semua yang kita miliki hakikatnya adalah pemberian
Allah. Semuanya adalah ujian yang mengantarkan kita pada perjuangan
mendapatkan keridhaan Allah. Menerima dan bersyukur adalah kunci
bahagia, bukan berburuk sangka dan berandai-andai atas apa yang belum
diberikan Allah.
“Dan apa saja yang diberikan kepadamu, maka
itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di
sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal, tidakkah kamu mengerti” (QS. al-Qashash: 60)
Menikah
bukan akhir, bukan awal, ia setengah perjuangan. Pernikahan berarti
peran baru, tanggungjawab baru, tantangan baru: bagian dari daftar yang
akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban dari kita di yaumil akhir.
Tentang
berjodoh itu, adalah tentang waktu, tentang tempat, tentang masa. Dan
yang kita sebutkan tadi semua ada dalam genggaman Allah. Bukankah dalam
surat al-ashr Allah bersumpah dengan waktu. “Demi masa, sungguh
manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”.
Ya, agar tak bosan, resah dan merugi saat menanti saat walimah tiba,
sibuklah memperbaiki iman, amal dan tetap setia dalam kebenaran dan
kesabaran.
Menikah dan mendapat pendamping hidup itu tidak pasti,
ada banyak orang yang meninggal ketika masih bayi atau remaja. Tapi Mati
itu sebuah kepastian. Orang yang menikah pun juga akan mati. Jangan
terlalu galau, ada perkara yang lebih besar dari sekedar status menikah
atau tidak menikah. Hidup itu bukan semata-mata perjuangan mendapatkan
pendamping hidup. Karena yang telah menikah pun, harus terus berjuang
agar mereka diberikan rahmat oleh Allah untuk tetap ‘berjodoh’ hingga ke
surga, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini :
“(Yaitu)
surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang
yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;
(sambil mengucapkan): “Salamun alaikum bima shabartum”. Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar Ra’du 23-24).