Selasa, 09 April 2013

Belajar Memaafkan

Hidup ini adalah sebuah pembelajaran. ..

Satu hal yang sering kita lupa adalah "memaafkan".
Manusia tidak ada yang sempurna. Setiap diri kita mempunyai sisi lemah dalam hidup ini. 

Ada beberapa istilah atau pernyataan yang rasanya logis, namun pada kenyataannya tidak demikian:

1. Kalau dia salah, ya dia minta maaf
saya ga salah, buat apa saya minta maaf. Gengsi ah. Biar dia tahu diri dong. Enak aja ...
Sebuah kalimat, yang terdengarnya wajar... dan logis.
Namun perlu disadari memang itulah harga sebuah gengsi. Harga sebuah hubungan baik ... seringkali mesti dibayar dengan satu hal yang namanya gengsi. Kita mesti mengikis apa yang disebut harga diri dan juga keangkuhan.
Hubungan baik dan gengsi itu berbanding terbalik. Anda harus mengorbankan salah satu, untuk memperoleh yang lainnya.
Dalam banyak pertengkaran dan clash ... kesalahan umumnya tidak cuma ada di salah satu pihak. Kebanyakan dua pihak melakukan kesalahan ... meski mungkin kadarnya tidak seimbang.
Yang sering jadi masalah itu karena kedua pihak sama-sama tidak merasa bersalah ... berpikir bahwa orang lainlah yang sepantasnya datang kepada dirinya dan minta maaf. Dan sebagai akhir... tidak ada titik temu. Pertengkaran tidak berakhir.
Para Sahabat semua, mulailah dengan berkata, maaf... meski mungkin Anda tahu Anda tidak benar-benar bersalah. It's really better for your heart. Ingat bahwa salah satu kunci untuk hidup bahagia adalah: "melepaskan diri dari perasaan marah dan dendam".
Saya belajar menerapkannya, dan saya... lebih bisa merasa damai, (Walau sangat berat untuk memulainya)
Untuk orang-orang yang bahkan belum meminta maaf atas kesalahannya, saya tetap berpikir, saya memaafkan mereka. Mungkin saja mereka nggak sadar atau belum tahu kalau mereka itu salah.

2. saya mau balas dia supaya dia sadar dan berubah
Alasan yang terkesan heroik dan baik. Saya melakukannya untuk kebaikan dia. Supaya dia bisa bertobat dan jadi lebih bener. Waw ...
Namun sayangnya dalam banyak hal, perkataan semacam ini lebih sering untuk memuaskan keinginan diri sendiri daripada orang lain.
Secara sadar maupun tidak, manusia itu punya kecenderungan untuk merasa puas jika ia berhasil mempengaruhi orang lain. Dalam teori kepemimpinan, ini disebut dengan needs of power. Keinginan untuk dituruti.
Pembalasan bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Anda tidak akan menjadi orang yang terlalu pengecut dengan tidak membalas perbuatan jahat yang orang lain lakukan kepada kamu. Kasihilah orang lain, meski Anda tahu mereka berbuat jahat kepada kamu. Mulailah dengan memaafkan ... bukan dengan menuntut sebuah perubahan.

3. Waktu akan menyembuhkan luka hati
Biar waktu yang bicara. Hmm, terdengar bijak dan hebat. Waktu memang akan memulihkan semua kebencian dan dendam ... jika diawali dengan kesediaan untuk membuka diri dan hati, Untuk mau memaafkan.
Waktu tidak akan membuat hubungan menjadi pulih ... tanpa adanya kesediaan untuk memaafkan. Waktu hanya akan mengorek luka semakin dalam dan membuat semua perasaan semakin tak karu-karuan.
Jangan pernah berpikir bahwa waktu cukup untuk menyembuhkan. Kesediaan untuk memaafkan ... itulah yang pertama-tama harus ada. Bukan sekedar mengharap ... waktu akan bicara.

 (By: Berbagi Kebaikan)

Jumat, 21 September 2012

Risalah "Jodoh".

Jodoh dan berjodoh, adalah bagian dari Keputusan Allah, penetapan Allah atas manusia. Urusan jodoh dan berjodoh, bukan sebuah urusan kecil dan main-main, karena Allah tak pernah main-main dalam menciptakan manusia, menentukan rezeki, dan perjalanan hidup hingga matinya manusia. Allah tak sedang ‘mengocok lotre’ dan mengundi seperti arisan ketika menentukan jodoh seseorang. Maka jika kita memiliki harapan tentang calon pendamping hidup kita, menginginkan agar kita segera dipertemukan dengan jodoh kita, maka mintalah pada Allah! Bicaralah pada Allah! Mendekatlah pada Allah! Bulatkan, kuatkan, kencangkan keyakinan kita pada Allah. Apa yang tidak mungkin bagi kita, adalah sangat mudah bagi Allah.

Justru karena kita tidak tahu siapa jodoh kita, kapan bertemunya, bagaimana akhir kisahnya di dunia dan akhirat: maka hidup kita menjadi lebih indah, berwarna dan bermakna. Karena kita akan menjalani kemanusiaan kita dengan tetap menjadi hamba Allah. Menikmati indahnya berjuang, menikmati kesungguh-sungguhan ikhtiar, menikmati indahnya meminta pada Allah, menikmati indahnya memohon pertolongan pada Allah, menikmati indahnya bersabar, menikmati ‘kejutan’-kejutan yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita

Kita tidak bisa mengajukan proposal pada Allah. Kita tidak bisa memaksa Allah: pokoknya dia ya Allah, maunya kau dia yang jadi jodohku ya Allah. Kita tidak bisa menguasai dalamnya hati manusia, kita tak bisa membatasi akal pikiran manusia. Ya karena kita tidak berkuasa atas kehidupan dan kematian manusia, atas berbolak-baliknya hati manusia: karena itu kita tak boleh melabuhkan cinta terbesar kita pada manusia. Kita labuhkan saja cinta terbesar kita pada Allah, yang dengan kecintaan itu lalu Allah melabuhkan cinta manusia yang bertaqwa dalam hati kita. Sehingga taqwa itu yang membuat kita berjodoh dengan orang yang bisa menumbuhsuburkan cinta kita pada Allah. Karena taqwa yang dirajut selama pernikahan yang barakah itu, mudah-mudahan kita berjodoh hingga ke surga. Bukankah ini lebih indah?
 
Sungguh jodoh tidak berjalan linier di atas garis kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedekatan geografis. “Rumus jodoh’ bukan ditentukan oleh hukum kepantasan manusia. Karena manusia hanya tahu permukaannya, berpikir dalam kesempitan ilmunya, memutuskan dalam pengaruh hawa nafsunya. ‘Rumus jodoh’ semata-mata kepunyaan Allah. Karena itu, sebagai hamba kita hanya mampu menerima keputusan Allah. Menyiapkan diri untuk menerima apapun keputusan Allah. Menyiapkan seluas-luas kesabaran, keikhlasan, sebesar-besar keimanan untuk menerima ‘jatah jodoh’ yang berupa pendamping hidup, rezeki, dan lainnya.

Ya, menunggulah dalam kesibukan memperbaiki diri. Menunggulah dalam kesibukan beramal shalih, persubur silaturahim dan mendoakan saudara seiman. Kita tidak bisa mempersiapkan orang yang akan menjadi jodoh kita. Kita tidak punya kendali untuk mengatur orang yang ‘akan jadi jodoh kita’. Kita hanya bisa mempersiapkan diri kita. Membekali diri dengan segala kemampuan, keterampilan, sikap hati untuk menjalankan peran-peran dalam pernikahan. Ketika saat itu tiba, ijab qabul sah, seketika itu seperangkat peran diserahkan di pundak kita. Allah menyaksikan! Seketika itu kita akan menjadi istri/suami, menantu, ipar, anggota masyarakat baru. Dan seketika itu pula, tak cukup lagi waktu mempersiapkan diri.
Ya, pernikahan bukan awal, jadi jangan berpikir untuk baru belajar, baru berubah setelah menikah.

Hidup itu adalah seni menerima, bukan semata-mata pasrah. Tapi penerimaan yang membuat kita tetap berjuang untuk mendapatkan ridha Allah. Karena apapun yang kita terima dari Allah, semuanya adalah pemberian, harta adalah pemberian, pendamping hidup adalah pemberian, ilmu, anak-anak, kasih sayang, cinta dan semua yang kita miliki hakikatnya adalah pemberian Allah. Semuanya adalah ujian yang mengantarkan kita pada perjuangan mendapatkan keridhaan Allah. Menerima dan bersyukur adalah kunci bahagia, bukan berburuk sangka dan berandai-andai atas apa yang belum diberikan Allah.
Dan apa saja yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal, tidakkah kamu mengerti” (QS. al-Qashash: 60)

Menikah bukan akhir, bukan awal, ia setengah perjuangan. Pernikahan berarti peran baru, tanggungjawab baru, tantangan baru: bagian dari daftar yang akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban dari kita di yaumil akhir.
Tentang berjodoh itu, adalah tentang waktu, tentang tempat, tentang masa. Dan yang kita sebutkan tadi semua ada dalam genggaman Allah. Bukankah dalam surat al-ashr Allah bersumpah dengan waktu. “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Ya, agar tak bosan, resah dan merugi saat menanti saat walimah tiba, sibuklah memperbaiki iman, amal dan tetap setia dalam kebenaran dan kesabaran.

Menikah dan mendapat pendamping hidup itu tidak pasti, ada banyak orang yang meninggal ketika masih bayi atau remaja. Tapi Mati itu sebuah kepastian. Orang yang menikah pun juga akan mati. Jangan terlalu galau, ada perkara yang lebih besar dari sekedar status menikah atau tidak menikah. Hidup itu bukan semata-mata perjuangan mendapatkan pendamping hidup. Karena yang telah menikah pun, harus terus berjuang agar mereka diberikan rahmat oleh Allah untuk tetap ‘berjodoh’ hingga ke surga, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini :
“(Yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar Ra’du 23-24).

Selasa, 18 September 2012

Kisah Penuh Inspiratif (dikutip dari catatan seorang ukhti)

Ada yang resah, bilangan tahun makin bertambah pada usia. Namun tak juga sampai pada masa untuk memesan undangan walimah, lalu menyebarkannya pada sahabat, tetangga dan saudara dengan suka cita.

Ada yang mulai gelisah, saat teman-teman seangkatan, bahkan adik kelas mulai berfoto dengan anak-anaknya, sudah dua, tiga bahkan berlima, dengan senyum yang bahagia. Lalu hati pun bertanya, kapan giliran saya?

Ada yang mulai meragukan kesabarannya sendiri untuk bertahan. Lalu perlahan-lahan mengubah penampilan, melobi karakter kebaikan yang dulu disyaratkan untuk calon pendamping. Ada yang mulai melunak, tak lagi memilih-milih karakter keimanan dan kebaikan yang dulu disyaratkan sebagai calon qawwamnya dalam rumah tangga. Akhirnya berakhir pada ucapan, “wis sopo wae lah sing tekko” (sudah, siapa saja lah yang datang).ada yang mulai ragu bahwa dengan tetap menjaga keimanan dan kesabarannya, ia akan mendapatkan jodoh yang layak di mata Allah.

Ada ratusan kali, mungkin ribuan bahkan jutaan kali berdoa agar didekatkan jodoh yang baik dan tepat untuk nya, namun tak kunjung dikabulkan oleh Allah. Lalu akhirnya marah, perlahan meragukan Maha Rahmannya Allah. Akhirnya tak lagi khusyuk meminta, bahkan berhenti berharap dan berdoa.

Ada yang akhirnya menyambut siapa saja dengan tangan terbuka, setiap sms yang membuat hatinya berbunga, mengiyakan tawaran makan malam, dan jalan-jalan yang datang padanya. Menjajaki setiap orang yang dirasa ‘potensial’ menjadi pendamping hidupnya. Terus menjalani ‘petualangan cinta’ sampai ketemu yang paling cocok dan berani melamarnya. “Siapa tahu jodoh”, begitu kata hatinya. Keyakinannya menjadikan dia seperti pembeli sepatu, berganti-ganti sampai model, harga dan ukurannya pas di kaki.

Jodohku: Luar biasa hingga kita bertemu 

Orang yang akhirnya menjadi suami istri, suatu saat akan menyadari betapa luar biasanya ‘garis hidup’ yang dibuat Allah hingga mempertemukan mereka berdua. Sampai pada saya beberapa kisah, yang membuat saya akhirnya berkata “Subhanallah, Maha Suci Allah”. Baru menyadari makna kata “wa min aayaatihii” pada Ar-Rum 21: ayat yang banyak dinukil pada kartu undangan walimah. Mari kita renungkan lagi “Dan di antara tanda-tanda kekuasanNya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir)

Sampai pada beberapa kisah nyata tentang teman, kerabat dan beberapa kenalan:

Pertama
Saya memanggilnya bu Aisy, guru TK saya. Memakai busana muslimah ke mana saja sejak masih muda. Selalu tersenyum ramah dan mengingat nama kami, muridnya. Lama tak bertemu, bahkan sampai saya kuliah, beliau juga belum menikah. Baru ketika saya hampir lulus kuliah, ibu yang pernah menjadi teman sepengajiannya itu akhirnya mengabarkan berita walimah bu Aisy. Mungkin usianya ketika menikah itu sudah lebih 50 tahun, masih ‘gadis’ insya Allah. Seorang ustadz dari sebuah organisasi keislaman terkemuka, melamarnya. Duda dengan anak-anak dan cucu yang shalih-shalihah insya Allah.  Ketika lebaran tiba, saya melihat ruang tamunya bertambah ramai: ikhwan-akhwat beserta cucu-cucu yang lucu kini meramaikan rumahnya, membuat pelangi di hatinya. Puluhan tahun kesabaran yang berbuah indah.

Kedua
Ini cerita teman dari teman sekamar saya. Tetangganya menikah, ramai tamu menghadiri undangannya. Mereka berdua baru saja melaksanakan ijab-kabul, langsung duduk berdua di pelaminan menyalami tamu undangan. Belum sempat masuk kamar untuk berdua menikmati kehalalan suami istri. Tiba-tiba sang mempelai lelaki berkata pada istrinya:”dadaku sakit dek”, lalu sang istri memapahnya duduk di kursi pelaminan. Beberapa menit kemudian, mempelai lelaki itu meninggal di kursi pelaminannya. Masih memakai baju pengantinnya.

Ketiga
Menonton sebuah program bincang-bincang keislaman di sebuah televisi swasta, dihadirkan sepasang suami istri yang perbedaan usia keduanya 20 tahun lebih. Otak saya masih loading, memastikan beberapa fakta: ketika sang lelaki berumur dua puluh tahun lebih (sekiranya ia sekolah terus, maka kira-kira sudah lulus kuliah): ketika itu ‘jodohnya’ baru lahir ke dunia. Ya lahir sebagai seorang bayi, lalu baru dua puluh tahun kemudian mereka menikah.

Keempat
Ini cerita dari adik kelas saya, bapak-ibunya berasal dari desa yang berbeda di sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Tapi mereka berdua memutuskan menikah, justru ketika kedua keduanya dipertemukan Allah saat merantau untuk bekerja di Kalimantan. Jodoh yang ternyata dekat, tapi Allah (mungkin) menginginkan mereka melakukan perjalanan ribuan kilometer jauhnya, hingga sampai pada koordinat tempat mereka bertemu, dan waktu yang tepat untuk menikah.

Kelima
Ada pula yang bapaknya lahir dan besar di Kalimantan, Ibunya lahir dan besar di Sumatra, tapi dipertemukan dan memutuskan menikah saat masing-masing tinggal sementara waktu di Pulau Jawa. Ya, masing-masing menempuh jalan panjang, mengambil banyak keputusan penting sampai akhirnya memutuskan untuk menikah. Ya keputusan penting itu bisa berupa; mau sekolah di mana, diterima kuliah di jurusan apa, di kota mana, bekerja di mana, pindah bekerja di mana, berteman dengan siapa dan seterusnya.
kita mungkin juga pernah tahu lewat media massa, ada seorang artis dengan tubuh (maaf) ‘kerdil’, akhirnya menikah dengan perempuan bertubuh normal, cantik dan akhirnya mereka menikah dan punya anak. Kita juga mungkin kadang terheran-heran, dengan ‘rumus jodoh’ ketika bertemu dengan seorang yang sangat cantik dan memiliki suami yang ‘sangat biasa saja’, atau sebaliknya dalam pandangan kita.
Jika ditambahkan akan semakin panjang daftar kisahnya. Dengan berbagai nama, waktu, tempat dan lakon yang berbeda-beda. Tapi setidaknya dari berbagai kisah yang dekat, dan terjadi di sekitar kita bisa berpikir, merenungkan dan mengambil kesimpulan-kesimpulan.


Jodoh dan berjodoh, adalah bagian dari Keputusan Allah, penetapan Allah atas manusia. Urusan jodoh dan berjodoh, bukan sebuah urusan kecil dan main-main, karena Allah tak pernah main-main dalam menciptakan manusia, menentukan rezeki, dan perjalanan hidup hingga matinya manusia. Allah tak sedang ‘mengocok lotre’ dan mengundi seperti arisan ketika menentukan jodoh seseorang. Maka jika kita memiliki harapan tentang calon pendamping hidup kita, menginginkan agar kita segera dipertemukan dengan jodoh kita, maka mintalah pada Allah! Bicaralah pada Allah! Mendekatlah pada Allah! Bulatkan, kuatkan, kencangkan keyakinan kita pada Allah. Apa yang tidak mungkin bagi kita, adalah sangat mudah bagi Allah.

"Man jadda wajada"

Senin, 17 September 2012

Muslimah

"Mari kita renungkan sejenak pesan yang tersirat dalam lirik lagu Nazrey Johani".

Oh muslimah
Allah cinta kepadamu
Rasulullah kasih kepadamu

Oh muslimah
Berbahagialah kau telah dilahirkannya dengan mulia

Subhanallah
Tuhan telah berkati wanita yang cukup ilmu
Rendah hati

Oh muslimah
busanamu menutup rapi
auratmu kau lindungi dengan indahnya

Oh muslimah
kau rajin mengaji
Islam kau jadikan ikutan sejati

Oh muslimah
memandangmu menyejuk hati
menundukkan nafsu hati yang goyah
Keayuan wanita solehah indah peribadi
Tulus hatinya

Oh muslimah
Kecantikan yang sebenar
Pada tutur kata penuh berhikmah

Mempertahan kehormatan dirimu
dengan pakaian mentaati Allah

Oh muslimah
Kau masuk ke syurga
Solat lima waktu dan berpuasa
Menundukkan pandangan matamu
Mentaati suami yang tercinta

Oh muslimah
Kau rajin mengaji
Islam kau jadikan
Ikutan sejati

"Subhanallah.. Betapa bahagianya jika menjadi seorang muslimah sejati, yang tidak hanya numpang nama saja, akan tetapi tercermin dalam sikap dan perilakunya".

Rabu, 12 September 2012

Bermuka Dua? Na'uzubillah +_+

Seiring bertambahnya usia dunia, manusia berlomba-lomba dalam mencari pujian dan sanjungan. Berberbagai macam cara dihalalkan untuk memuaskan keinginannya. Bahkan, yang dilarang dalam agama pun tidak dihiraukan. Sungguh sangat miris keadaan dunia di masa sekarang.

Salah satu sarana yang dihalalkan yang Islam sangat melarang yaitu bermuka dua. Sungguh sangat disayangkan nasib mereka yang bermuka dua.
 
Dalam sejarah Islam, yang dimaksud dengan orang bermuka dua ini adalah orang-orang munafik yang mengaku beriman manakala mereka bersama-sama dengan kaum mukminin. Tetapi, ketika kembali kepada kelompoknya, mereka kembali lagi kepada kekufurannya. Mereka ini lebih berbahaya daripada orang kafir yang jelas-jelas menampakkan kekafirannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur`an:

“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami telah beriman.’ Dan jika mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok’.” (Al-Baqarah: 14)

Imam Muslim Rahimahullah meriwayatkan dari Yahya bin Yahya, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya, termasuk orang yang paling buruk adalah orang bermuka dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain dengan muka lain.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya termasuk orang terburuk di sisi Allah pada Hari Kiamat, adalah orang yang bermuka dua.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Maksud “orang yang bermuka dua” dalam sabda Nabi di atas, yaitu orang yang menyembunyikan apa yang ada di dalam hatinya ketika bertemu dengan seseorang atau sekelompok orang yang dia musuhi dengan mengatakan perkataan atau sikap yang berbeda dengan apa yang disimpan dalam hatinya. Bagaimanapun, orang yang bermuka dua adalah orang yang sangat berbahaya. Sebab, dia adalah musuh dalam selimut yang sulit dideteksi atau dibuktikan.

Imam An-Nawawi berkata, “Yang dimaksud dengan orang bermuka dua ini, yaitu orang yang datang kepada satu kelompok dengan menampakkan seolah-olah dirinya berada di pihak mereka dan berseberangan dengan pihak lawannya. Tetapi dalam waktu yang sama, dia juga datang kepada kelompok lain dan melakukan hal yang serupa.” Dalam konteks sekarang, orang seperti ini barangkali bisa disebut sebagai oportunis. Orang yang selalu mencari selamat dan tidak mempunyai idealisme.

Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang bermuka dua dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT, yaitu dengan jalan mena'ati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya..
Amiin ya Rabbal'aalamiin.. ^_^

 Sumber: Kumpulan dari berbagai sumber bacaan.



Senin, 03 September 2012

Hidup Penuh Harap "to be better"



Menjalani kehidupan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, senantiasa memanjatkan do'a kepada Sang Khaliq (Allah SWT) agar diberikan yang terbaik menurut-Nya.

Ada beberapa larik yang dapat dijadikan renungan agar jangan salah dalam memohon petunjuk kepada Allah SWT.
  • Berharaplah engkau mendapatkan seseorang yang suka memberi nasehat baik padamu, bukan terhadap seseorang yang hanya bersikap baik ketika ada di depanmu.
  • Berharaplah engkau mendapatkan seseorang mampu memberi semangat disaat dirimu terjatuh, bukan kepada seseorang yang bisanya hanya menyalahkan atas kegagalanmu.
  • Berharaplah engkau mendapatkan seseorang yang mampu membimbingmu, bukan kepada seseorang yang justru akan menjerumuskanmu.
  • Berharaplah engkau mendapatkan seseorang yang mampu memahamimu, bukan terhadap orang yang hanya berkata-kata manis di depanmu.
  • Berharaplah engkau mendapatkan seseorang yang bisa mengingatkan disaat engkau khilaf, bukan terhadap orang yang membiarkan dirimu dalam kelalaian.
  • Berharaplah engkau mendapatkan seseorang yang mampu menerimamu apa adanya, bukan terhadap orang yang menyukaimu karena ada apa-apanya.
  • Dan berharaplah engkau mendapatkan seseorang yang mampu membawamu semakin dekat kepada-Nya, bukan terhadap seseorang yang justru membuatmu menjauh kepada-Nya.
  • Itulah sepantas-pantasnya CALON IMAM yang akan mampu membawamu membangun sebuah keluarga yang bahagia penuh ketentraman menuju Ridha-Nya".

Sebuah Renungan by Ktika Qalbu Bertasbih

Kamis, 22 Maret 2012

InsyaAllah.. Kelak Tulang Rusuk Akan Mengenali Siapa Pemiliknya..

"..................."
sebuah nama yang belum tereja
"..................."
sebuah rupa yang belum tersketsa
"..................."
sebuah sosok yang entah dimana
"..................."
calon nahkoda
sebuah biduk rumah tangga
"..................."
kuyakin ada karna hati yang merasa

Rabbana...
Jaga ia di manapun berada....
Mudahkan langkahnya....
Tunjukkan jalannya....
Luruskan niatnya....
Bulatkan tekadnya....
Mantapkan hatinya....
Berkahilah rizkinya.....
Hingga akhirnya KAU pertemukan aku dengannya
Dalam suatu ikatan suci nan mulia
Amiin ya Rabb.. 
Mitsaqan ghalizha